Dikuliti Hidup-Hidup! Inilah Flaying, Metode Penyiksaan Terkejam Sepanjang Masa

 

Hai, hai, Agan, Sista, sudah puas belum baca tentang Lingchi? Kalau sudah, aku punya metode penyiksaan yang lebih sadis, loh! Namanya adalah Flaying. Penasaran, kan?


Dikuliti Hidup-Hidup! Inilah Flayiing, Metode Penyiksaan Terkejam Sepanjang Masa

Flaying adalah metode penyiksaan yang berlangsung lama dan sangat menyakitkan. Flaying sering juga disebut dengan menguliti hidup-hidup. Meskipun begitu, ada juga orang yang dikuliti setelah kematiannya. Flaying biasanya dilakukan untuk merendahkan mayat musuh atau pejabat terkemuka.

Flaying sendiri telah dilakukan di Timur Tengah dan Afrika sejak ribuan tahun lalu. Dalam buku yang berjudul Kleine Kulturgeschichte der Haut (Sejarah budaya kulit pendek), menguliti manusia merupakan tradisi dari suku Asiria. Praktik ini ditampilkan di dalam dekrit dan sebuah ukiran resmi kerajaan. Dari ukiran bisa diketahui bahwa proses menguliti bisa dilakukan di mana saja.


Pada prosesi Flaying, korban diikat di sebuah pilar dengan keadaan telanjang, serta kaki dan tangan terikat agar korban tidak melakukan perlawanan. Setelah itu, korban pun mulai dikuliti oleh algojo dengan pisau tajam dan melepaskannya dari otot. Tidak jarang, korban direbus sebelumnya agar kulitnya menjadi lembut agar lebih mudah untuk dikuliti.

Setelah korban dikuliti, korban tidak langsung dibunuh, melainkan dibiarkan begitu saja hingga mati dengan sendirinya. Biasanya korban akan mati akibat syok, kehabisan darah, ataupun hipotermia. Namun, ada juga korban yang dijemur di bawah terik matahari.

Oh iya, ini adalah metode penyiksaan favoritku. Sering sekali kupakai kalau bikin cerpen, bahkan kutambahkan sedikit inovasi, seperti menusukkan jarum ke seluruh tubuh, membumbuhi dengan garam, atau menyiram dengan air jeruk nipis. Tidak jarang semuanya digabungkan.

Aku juga pernah baca kalau metode ini sering dilakukan ke para koruptor, loh! Kira-kira, kalau ini diterapkan di Indonesia, pasti aman tuh dari korupsi. Fuhuhu

Sumber :

1. hal.69 Kleine Kulturgeschichte der Haut . p. 69. Ernst G. Jung (2007).
2. Paragraf berdasarkan esai " Von Ursprung des Schindens in Assyrien " dalam Jung (2007), hlm . 67-70

3. Silinder Rassam. Museum Inggris. & 636BC , hal. Col.1, L.52 to Col.2, L. 27.

4. Andrews, William (1898). Perbendaharaan Sejarah Gereja, Adat, Kebudayaan Rakyat, dll . London: Williams Andrews & Co. hlm. 158–167 . Diakses tanggal 4 Mei 2015 .
5. Wall, J. Charles (1912), Porches and Fonts. Wells Gardner dan Darton, London. hlm.41-42.
6. https://historycollection.com/12-torturous-methods-execution-history/6/ 

sumber 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.